Rabu, 23 Desember 2015

Makalah Virologi dan Parasitologi " The Cestodes (Tapeworms) ”



MAKALAH
VIROLOGI dan PARASITOLOGI
“ The Cestodes (Tapeworms) ”




Oleh :

Aep Saepudin / D1A140881
Raisa Fauziana Hasanah / D1A141012
Septiana Anjarwati / D1A140880


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA dan ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
BANDUNG 
2015


Kata pengantar


Puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah tentang The Cestodes (Tapeworms) tanpa ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah yang telah kami susun ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas dari dosen Dr.Widhorini,M.Sc.
Dengan ini kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada :
  • Ibu Dr.Widhorini,M.Sc. yang telah membimbing mata kuliah Virologi & Parasitologi dan dalam pembuatan makalah ini.
  • Orang Tua tercinta yang mana telah membantu kami dalam segi material maupun dalam segi motivasi selama dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dalam kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan pada umumnya bagi para pembaca. Selamat membaca!!!
                                                      Bandung,17 November 2015                                                                                                 


                                                                        Septiana Anjarwati


Daftar Isi
Kata Pengantar ..................................................................................  i
Daftar isi ...........................................................................................   ii
BAB 1 ...............................................................................................   1
Pendahuluan .....................................................................................   1
1.1         Latar Belakang ...................................................................   1
1.2         Rumusan Masalah ..............................................................   2
1.3         Tujuan ................................................................................   2
BAB 2 ..............................................................................................   3
PEMBAHASAN ..............................................................................   3
2.1         Pengertian Cestoda ............................................................   3
2.2         Klasifikasi dan Siklus Hidup Cestoda ...............................   4
A.     Klasifikasi Cestoda .................................................................   4
B.      Siklus Hidup Cestoda ............................................................   10
2.3         Patologi  dan Gejala Klinis ................................................   11
2.4         Morfologi dan Anatomi Cestoda .......................................   13
2.5         Pengobatan dan Pencegatan penyakit ................................   15
BAB 3 ..............................................................................................   19
Penutup ............................................................................................   19
3.1         Kesimpulan .........................................................................  19
Daftar Pustaka ..................................................................................   23


BAB 1
 Pendahuluan 

1.1    Latar Belakang


            Cacing pita, taenia solium kebanyakan merupakan parasit yang mana pada tingkat dewasanya hidup dalam saluran pencernaan manusia. Spesies lain yang hampir mirip adalah taeniarinychus (taenia) saginata yang juga merupakan parasit pada manusia. Setiap cacing pita dewasa merupakan flatform yang terdiri dari sebuah kepala sebagai holdfast organ. Scolex dan sebagian besar tubuhnya disusun oleh segmen-segmen dalam garis lurus yang berentet. Hewan ini melekat pada dinding saluran pencernaan inangnya menggunakan alat pelekat dan penghisap yang ada pada scolexnya, bagian belakag scolex disebut leher dengan ukuran yag pendek yang diikuti oleh sebuah benang proglotid dimana ukurannya secara berangsur-angsur bertambah dari anterior dan berakhir pada posterior. Cacing ulat panjangnya mungkin mencapai 1 kaki dan mengandung 800-900 segmen. Sejak itu proglotid tumbuh dari leher posterior dan berakhir setelah sangat tua. Proglotid yang dihasilkan mungkin sebanding dengan pembentukan ephyrae oleh scyphistom, aurelia dan disebut dengan strobilisasi.

            Anatomi dari cacing pita ini disesuaikan dengan kebiasaannya sebagai parasit, dimana dia tidak punya saluran pencernaan sehingga makanannya akan langsung diserap oleh dinding tubuhnya. Sistem syarafnya mirip dengan planaria dan faciola hepatica tetapi tidak berkembang dengan baik Saluran pengeluarannya membujur, bercabang dan berakhir didalam sel api. Ujung posteriornya terbuka sehingga zat-zat sisa langsung di eksresikan keluar tubuh.

            Setiap lembar segmen pada cacing pita dewasa hampir semua memiliki organ reproduksi. Spermatozoa mula-mula dalam spherical testis yang mana tersebar dan dibentuk terus pada setiap segmen yang dikumpulkan dalam sebuah tabung kemudian di bawa ke genital pori melaui vas deferens. Telur berasal dari ovari yang didorong masuk kedalam saluran rahim. Dimana nantinya telur tersebut masuk pada proses pembuahan oleh spermatozoa yang mungkin datang dari proglotid yang sama dan turun pada vagina seperti proglotid tua. Uterus menjadi di gembungkan dengan telur dan dikirimkan pada cabang yang mati, dimana organ reproduksinya istirahat pada saat diserap. Ketika proglotid matang maka proglotid tersebut akan dihancurkan dan dikeluarkan bersama feces.
            Telur pada taenia akan berkembang menjadi embrio dengan 6 alat pelekat ketika ada diluar segmen. Jika mereka dimakan oleh babi mereka akan masuk kedalam saluran pencernaannya kemudian akan berkembang biak didalam tubuh babi tersebut, dimana larvanya akan dikeluarkan bersama dengan feces.
1.2    Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian dari Cestoda ?
2.      Bagaimana Klasifikasi dan Siklus Hidup Cestoda ?
3.      Bagaimana Patologi dan Gejala Klinis ?
4.      Bagaimana Morfologi dan Anatomi Cestoda ?
5.      Bagaimana Cara Pencegahan dan Pengobatan penyakit yang disebabkan Cestoda?

1.3    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengetian dari cestoda.
2.      Untuk mengetahui Klasifikasi dan Siklus Hidup Cestoda.
3.      Untuk mengetahui Patologi dan Gejala Klinis.
4.      Untuk mengetahui Morfologi dan Anatomi Cestoda.
5.      Untuk mengetahui Cara Pencegahan dan Pengobatan penyakit yang disebabkan Cestoda.




BAB 2
Pembahasan

2.1     Pengertian Cestoda

            Cestoda adalah salah satu kelas dari phyllum Plathyehelminthes, yang merupakan salah satu kelompok parasit pada ikan dan juga pada manusia. Parasit ini menyebabkan kerugian secara ekonomi terutama pada penurunan kualitas hasil perikanan, dan dapat merugikan kesehatan manusia. Studi tentang parasit cestoda pada ikan yang berhubungan dengan siklus hidupnya dan kesehatan manusia telah banyak dilakukan di negara maju yang berada di daerah sub tropis.
      Cestoda atau cacing pita kebanyakan darinya adalah parasit. Hampir semua merupakan endoparasit dengan hidup dalam sistem pencernaan pada vertebrata dan larvanya ada di dalam jaringan vertebrata dan invertebrata. Tidak ada sistem pencernaan yang didalamnya terdapat termatoda sederhana seperti cacing pita dan nutrisi diserapnya melalui permukaan tubuhnya. Kebanyakan cacing pita berbentuk seperti pita dan terdiri dari banyak segmen yang disebut proglotid. Walau bagaimanapun segmen-segmen tersebut tidak seperti segmen yang terdapat pada segmen hewan tak bertulang belakang yang lebih tinggi tingkatannya, seperti anelida. Cacing pita dewasa biasanya terdiri atas kepala/scolex, leher yang pendek, dan deretan proglotid yang disebut strobila.
            Kepala biasanya dilengkapi oleh sepasang alat penghisap dan kadang-kadang punya hooklets. Leher tumbuh dari bagian posterior dan berakhir pada bagian ujung dimana tidak terdapat segmen lagi. Proglotid bertambah ukurannya karena ada kontraksi dan bermacam-macam sistem organ pada tubuhnya.
            Proglotid biasanya memiliki alat kelamin baik dibagian lateral maupun pada permukaan, tetapi beberapa spesies punya bagian yang terpisah untuk keduanya. Tubuhnya ditutupi kutikula karena termatoda dan organ internal ototnya merupakan sel parenkim yang juga mengandung kapur. Melingkar, lonitudinal, transversal dan otot dorsal-ventral ada pada trematoda dan tiga syarafnya terikat pada bagian kepala yang berasal dari serabut syaraf longitudinal. Sistem eksresinya sama seperti apa yang ada pada trematoda.
            Cacing pita merupakan hermaprodit. Organ reproduktifnya berbeda misalnya pada taenia organ reproduksi digambarkan untuk mengidentifikasi karakteristiknya. Masing-masing proglotid memiliki sepasang organ reproduksi yang lengkap, yaitu ovarium dan testis, sehingga dapat mengadakan pembuahan sendiri. Walaupun populasinya sudah diketahui diantara segmen-segmen tapi sering kali terjadi pembuahan silang pada cacing pita yang berbeda. Dibeberapa spesies sel telur dilepaskan dari pori genital, tetapi dikebanyakan spesies sel telur disimpan dalam segmen-segmennya sebagai “gravid”, yang terpisah pada tiap lembar segmen didalam feses inang. Elur dalam segmen-segmen ini mengandung embrio yang dapat berkembang menjadi onchosper, ini semua dapat berkembang terus menerus hanya ketika mencerna dirinya sendiri. Onchosper berasal dari telur dan lubang yang terdapat dari dinding usus didalam ronga tubuh atau pada jaringan tertentu onchosper pada cestoda yang lebih rendah berbentuk seperti benang, dimana proscescoidnya berkembang pada inang yang kedua. Larva tertentu pada cestoda yang lebih tinggi disebut cysticerciod yang mempunyai rongga walaupun belum sempurna dan masih dalam proses pembentukan ekor. Rongga yang sebenarnya sudah ada pada : cysticercus dibagian kepala, coenurus yang besar dan berasal dari kemunculan banyak scolex, dan echinococcus atau hidatid.

2.2       Klasifikasi dan Siklus Hidup Cestoda


A.   Klasifikasi Cestoda

            Yaitu divisi yang dibagi kedalam dua subclass. Subclass pertama yaitu cestodaria yang mempunyai proglotid dan mempunyai larva dengan sepuluh tahapan dan biasanya memiliki sepuluh alat pelekat. Tetapi cestoda itu sudah mempunyai lapisan epidermis dan sistem pencernaan, dan hanya mempunyai organ pelengkap pada bagian anterior, dan hampir merupakan parasit pada ikan laut. Subclass yang lain yaitu eucestoda. Hampir semua spesies cestoda masuk kedalam eucestoda kebanyakan setelah dewasa memiliki prolottid.
            Eucesroda tebagi kedalam 11 ordo tetapi hanya 2 ordo yang merupakan parasit pada mamalia yaitu : pseudophylidae dan cyclophylidae. Organ pelekatnya terdapat pada kepala yang dilengkapi dengan alat pelekat, alat penghisap, bothria, dan othridia.


  • Ordo Proteocephalide

            Cacing pita kecil, scolex denagan 4 alat penghisap, vitellaria sebagai pita samping, parasit Ordo Tetraphyllidea

            Cacing pita berukuran sedang,scolex dengan 4 bothridia, vitterallia di bagian samping, parasit pada ikan elasmobranch, calliobothrium certicillatum terjadi dikatup spiral pada mulut anjing laut.

  • Ordo Disculieptidea

            Hanya satu species yang dikenal dari ikan elasmobranch, scolex hanya satu dan tersebar dibagian anterior, siklus hidupnya belum diketahui.

  • Ordo Lecanicephalidea

            Variabel scolex pada bagian anterior dan posterior dilegkapi oleh 4 alat penghisap, parasit pada ikan elasmobranch,

  • Ordo Pseudophyllidea

            Cacing pita yang kecil atau besar, sclexnya punya dua pothria, pitelaria sebagai polikel yang tersebar pada pori uterine yang terbuka di permukaan, parasit pada ikan, burung dan mamalia,. Kebanyakan ada pada manusia khususnya pada wanitapada bothriocephalus latus yang mempunyai dua inang intermediet, pada copepod daikan air tawar. Panjangnya dapat mencapai 20 kaki dan usianya lebihdari 20th dan dapat juga menjadi penyebab symptoom seperti anemia pada laki-laki

  •   Ordo Trypanorhynchydea

            Scolexnya terdiri dari 2 atau 4 bothria dan 4 rectractile, proboscides berduri dan tubuhnya memanjang. Pori alat kelaminnya terletak dipinggir. Ketika dalam keadaan larva merupakan parasit pada ikan teleoste dan setelah dewasa menjadi parasit pada ikan elasmobranch.



  • Ordo cycophyllidea

            Scolrxnya mempunyai 4 alat penghisap dan juga dilengkapi oleh rostellum, tidak ada pori uterin, vitellarianya ada di posterior sedangkan ovarinya ada di lateral. Proglotidnya pecah dari srtobila ketika ia hampir mati, telurnya tidak operculate dan ochospernya tidak bersilia terdapat pada taenidae. Salah satu yang termasuk ordo ini adalah taenia solium yang merupakan parasit pada manusia, taenia fisiform pada kucing dan anjing yang memproduksi larva ketika pada tubuh inang.

  • Ordo Apollidea

            Variabel scolex, biasanya besar dengan 4 sucker, tidak bersegmen dan parasitkecil pada angsa dan bebek

  • Ordo Nippotaeniidea

            Scolexnya memiliki 1 sucker dibagian anterior, punya beberapa proglotid dan parasit pada ikan di jepang dan rusia

  • Ordo Caryphylidea

            Bentuknya tidak bersegmen, parasit pada pisces dan oligocaetae, berkembang dengan reproduksi seksual, procercoid saat larva dan hanya memiliki beberapa spesies.

  • Ordo Spatheathridea

            Variabel scolex tidak punya p[roglotid eksternal dan parasit pada ikan yang hendakbertelur dan ikan laut.

                Terdapat tiga spesies penting cacing pita Taenia, yaitu Taenia solium, Taenia saginata, dan Taenia asiatica. Ketiga spesies Taenia ini dianggap penting karena dapat menyebabkan penyakit pada manusia, yang dikenal dengan istilah taeniasis dan sistiserkosis.
 
Perbedaan antara Taenia solium, Taenia saginata dan Taenia asiatica:

No.
Keterangan
Taenia solium
Taenia saginata
Taenia asiatica
1
Inang definitif dan habitat
Usus halus manusia
Usus halus manusia
2
Inang antara
Sapi (utama), kambing, domba
Babi (utama), sapi
3
Nama tahap larva
Cysticercus cellulosae
Cysticercus bovis
Cysticercus t.s. taiwanensis
4
Ukuran panjang x lebar
(3-8)x 0,01 meter
(4-15) x 0,01 meter
4-8 meter
5
Jumlah segmen
700-1000
1000-2000
712
6
Jumlah telur
30.000-50.000 di setiap segmen
lebih dari 100.000 di setiap segmen


 1.   Taenia saginata 
 
  • Klasifikasi
Kingdom            : Animalia
Phylum               : Platyhelminthes
Class                  : Cestoda
Ordo                  : Cyclophyllidea
Family                : Taeniidae
Genus                 : Taenia
Species               :Taenia saginata

 2.   Taenia solium
 

  •   Klasifikasi
Kingdom            : Animalia
Phylum               : Platyhelminthes
Class                  : Cestoda
Ordo                  : Cyclophyllidea
Family                : Taeniidae
Genus                 : Taenia
Species               :Taenia solium


3.   Taenia asiatica

 


  •  Klasifikasi
Kingdom  : Animalia                   
Phylum    : Platyhelminthes
Class        : Cestoda
Ordo        : Cyclophyllidea
Family     : Taeniidae
Genus     : Taenia
Species   :Taenia asiatica

B.   Siklus Hidup Cestoda


 



Telur-telur / proglotid cacing ini melekat pada rumput bersama tinja, bila orang berdefekasi di padang rumput, atau karena tinja yang hanyut dari sungai di waktu banjir. Ternak yang makan rumput akan terkontaminasi atau dihinggapi cacing gelembung karena telur yang tertelan akan dicerna sehingga embrio heksakan menetas. Embrio heksakan di saluran pencernaan ternak menembus dinding usus, masuk ke saluran getah bening atau darah dan ikut dengan aliran darah ke jaringan ikat di sela-sela otot untuk tumbuh menjadi cacing gelembung yang disebut Sistiserkus bovis, yaitu larva Taenia saginata. Peristiwa ini terjadi setelah 12-15 minggu.
Bagian tubuh ternak yang sering dihinggapi larva tersebut adalah otot maseter, paha belakang dan punggung. Otot di bagian lain juga dapat dihinggapi. Setelah 1 tahun cacing gelembung ini biasanya mengalami degenerasi, walaupun ada yang dapat hidup sampai 3 tahun.
Bila cacing gelembung yang terdapat di daging sapi yang dimasak kurang matang termakan oleh manusia, skoleksnya keluar dari cacing gelembung dengan cara evaginasi dan melekat pada mukosa usus halus seperti yeyunum. Cacing gelembung tersebut dalam waktu 8-10 minggu tumbuh menjadi dewasa. Biasanya di rongga usus hospes terdapat seekor cacing. Hospes definitif dari cacing pita Taenia sagnata adalah manusia sedangkan hewan memamah biak dari keluarga Bovidae, seperti sapi, kerbau dan lainnya adalah hospes perantara.

2.3         Patologi  dan Gejala Klinis


            Telur taenia solium (cacing pita babi) bisa menetas di usus halus, lalu memasuki tubuh atau struktur organ tubuh., sehingga muncul penyakit Cysticercosis, cacing pita cysticercus sering berdiam di jaringan bawah kulit dan otot, gejalanya mungkin tidak begitu nyata ; tetapi kalau infeksi cacing pita Cysticercus menjalar ke otak, mata atau ke sumsum tulang akan menimbulkan efek lanjutan yang parah.
            Infeksi oleh cacing pita genus Taenia di dalam usus biasanya disebut Taeniasis. Ada dua spesies yang sering sebagai penyebab-nya, yaitu Taenia solium dan Taenia saginata. Menurut penelitian di beberapa desa di Indonesia, angka infeksi taenia tercatat 0,8–23%., frekuensinya tidak begitu tinggi. Namun demikian, cara penanganannya perlu mendapat perhatian, terutama kasus-kasus taeniasis Taenia solium yang sering menyebabkan komplikasi sistiserkosis.
            Cara infeksinya melalui oral karena memakan daging babi atau sapi yang mentah atau setengah matang dan me-ngandung larva cysticercus. Di dalam usus halus, larva itu menjadi dewasa dan dapat menyebabkan gejala gastero- intestinal seperti rasa mual, nyeri di daerah epigastrium, napsu makan menurun atau meningkat, diare atau kadang-kadang konstipasi. Selain itu, gizi penderita bisa menjadi buruk se-hingga terjadi anemia malnutrisi. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan eosinofilia. Semua gejala tersebut tidak spesifik bahkan sebagian besar kasus taeniasis tidak menunjukkan gejala (asimtomatik).

            Cacing dewasa taenia saginata (cacing pita sapi) biasanya menyebabkan gejala klinis yang ringan, seperti sakit ulu hati, perut merasa tidak enak, mual, muntah, mencret, pusing atau gugup. Gejala-gejala tersebut disertai dengan ditemukannya proglotid cacing yang bergerak-gerak lewat dubur bersama dengan atau tanpa tinja. Gejala yang lebih berat dapat terjadi, yaitu apabila proglotid menyasar masuk apendiks, atau terdapat ileus yang disebabkan obstruksi usus oleh strobilla cacing. Berat badan tidak jelas menurun. Eosinofilia dapat ditemukan di darah tepi.

  • Gejala terhadap Kesehatan




    Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis dan sistiserkosis. Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan adalah:  



    • Gatal-gatal pada anus (77%)

    • Mual (46%) 
    • Pusing (42%) 
    • Peningkatan nafsu makan (30%) 
    • Sakit kepala (26%) 
    • Diare (18%)
    • Lemah (17%) 
    • Merasa lapar (16%) 
    • Sembelit (11%)
    • Penurunan berat badan (6%) 
    • Rasa tidak enak di lambung (5%)
    • Letih (4%)
    • Muntah (4%) 
    • Tidak ada selera makan saat lapar (1%) 
    • Pegal-pegal pada otot (1%) 
    • Nyeri di perut, mengantuk, serta kejang-kejang, gelisah, gatal-gatal di kulit dan gangguan pernapasan (masing-masing <1%).

            Sistiserkosis menimbulkan gejala dan efek yang beragam sesuai dengan lokasi parasit dalam tubuh. Manusia dapat terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di jaringan tubuh yang berbeda-beda. Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan di otak (disebut neurosistiserkosis), mata, otot dan lapisan bawah kulit.
            Dampak kesehatan yang paling ditakuti dan berbahaya akibat larva cacing Taenia yaitu neurosistiserkosis yang dapat menimbulkan kematian. Neurosistiserkosis adalah infeksi sistem saraf pusat akibat sistiserkus dari larva Taenia solium. Neurosistiserkosis merupakan faktor risiko penyebab stroke baik pada manusia yang muda maupun setengah baya , epilepsi dan kelainan pada tengkorak. Sistiserkosis merupakan penyebab 1% kematian pada rumah sakit umum di Meksiko City dan penyebab 25% tumor dalam otak.

       
                (Sistiserkosis pada otak             

  
(Taenia saginata di usus buntu)


2.4         Morfologi dan Anatomi Cestoda

  • ·         Morfologi umum cestoda
            Ukuran cacing dewasa pada Cestoda bervariasi dari yang panjangnya hanya 40 mm sampai yang panjangnya 10-12 meter. Cestoda adalah cacing hermafrodit. Cacing ini terdiri atas scolex (kepala) yang berfungsi sebagai alat untuk mengaitkan diri pada dinding intestinum. Di belakang scolex terdapat leher, merupakan bagian cacing yang tidak bersegmen. Di belakang leher tumbuh proglotid yang semakin lama semakin banyak yang menyebabkan cacing menjadi semakin panjang dan bersegmen-segmen.
            Setiap proglotid (segmen) dilengkapi dengan alat reproduksi (jantan dan betina). Semakin jauh dari scolex, proglotidnya semakin tua sehingga proglotid yang paling ujung seolah olah hanya sebagai kantung telur saja sehingga disebut proglotid gravida. Proglotid muda selalu dibentuk dibelakang leher, sehingga proglotid tua akan didorong semakin lama semakin jauh letaknya dari scolex. Seluruh cacing mulai scolex, leher, sampai proglotid yang terakhir disebut strobila. Cestoda berbeda dengan nematoda dan trematoda, tidak memiliki usus. Makanan masuk dalam tubuh cacing karena diserap oleh permukaan tubuh cacing.
Bagian tubuh:
a)      Kepala (scolex)
·         Berfungsi untuk melekat ( biasanya membulat)
·         Pada eucestoda biasanya mempunyai 4 sucker (acetabulum) yang dapat dilengkapi dengan kait. Pada bagian skoleks dapat juga dijumpai adanya rostellum (penonjolan/moncong) yang sering dilengkapi dengan kait.
·         Pada cotyloda tidak mempunyai organ melekat seperti eucestoda (acetabulum) tetapi mempunyai bothria (celah panjang dan sempit serta berotot lemah).
b)     Leher
·         Tidak bersegmen, sesudah scoleks melanjut ke leher.
c)      Tubuh atau badan
·         Terdiri dari segmen-segmen (Proglottid) yang dipisahkan oleh garis-garis transversal, tiap-tiap proglotid biasanya mengandung 1 atau 2 set organ reproduksi.

d)     Proglottid
·         Dibentuk mulai dari leher yang makin menjahui scoleks semakin dewasa/masak. Dikenal tiga macam proglotid, yaitu proglottid muda, proglottid dewasa (organ reproduksi berkembang dan berfungsi sempurna) dan proglotid gravid (penuh telur, organ reproduksi mengalami degenerasi). Pada banyak cacing pita, telur tidak dikeluarkan tetapi mengumpul di proglotid gravid, selanjutnya proglotid ini lepas dan keluar bersama feses. Pada eucestoda proglotid-proglotid jelas terpisah tetapi pada cotyloda tidak jelas (pembentukannya sama-sama dalam satu waktu, contoh: pada plerocercoid yang tidak bersegmen). Berdasarkan lepasnya proglotid, cestoda dibagi menjadi :
1.      Apolytic Cestoda : melepaskan segmen gravid.
2.      Anapolytic Cestoda : tetap membawa segmen gravid selama hidup.
3.      Euapolytic Cestoda : Segmen dilepas waktu hamper gravid.
4.      Hyperapolytic Cestoda: segmen dilepas jauh sebelum gravid dan bebas di usus hospes.
5.      Pseudoapolytic Cestoda: telur keluar lewat porus uterus kemudian segmen dilepas dalam kelompok dan degenerasi (Ex: pada cotyloda).

2.5   Pengobatan dan Pencegatan penyakit yang disebabkan oleh cestoda

  • ·         Pengobatan
            Cara pengobatan berbagai penyakit parasit usus berbeda, harus memakai obat cacing menurut resep dokter. Obat-obat untuk memberantas cacing pita dapat digolongkan menjadi dua, yaitu taeniafuge dan taeniacide. Taeniafuge ialah golongan obat yang menyebabkan relaksasi otot cacing sehingga cacing menjadi lemas. Contohnya: kuinakrin hidroklorid (atabrin), bitionol dan aspidium oleoresin. Pemakaian obat ini mutlak memerlukan purgativa untuk mengeluarkan cacingnya. Sedangkan taeniacide adalah golongan obat yang dapat membunuh cacing. Contohnya: niklosamid (yomesan), mebendazol dan diklorofen. Pemakaian obat ini tidak mutlak memerlukan purgativa.
            Tujuan pengobatan taeniasis ialah untuk mengeluarkan semua cacing beserta scolex-nya dan juga mencegah terjadinya sistiserkosis, terutama pada kasus taeniasis Taenia solium. Obat-obat yang kini lazim dipakai adalah niklosamid dan mebendazol. Sedangkan kuinakrin hidroklorid dan aspidium oleoresin walaupun cukup efektif, tetapi karena bersifat toksik maka sekarang jarang dipakai. Selain itu, ada beberapa obat tradisional yang cukup ampuh buat membasmi cacing pita, yaitu biji labu merah dan getah buah manggis muda.
            Niklosamid hingga saat ini masih dianggap obat paling baik untuk taeniasis dari segi efektivitasnya. Obat tersedia dalam bentuk tablet 500 miligram. Dosis dan cara pemberian: 2 gram dibagi dua dosis dengan interval pemberian 1 jam. Obat harus dikunyah sebelum diminum. Dua jam setelah pemberian obat, penderita diberi minum purgativa magnesiumsulfat 30 gram untuk mencegah terjadinya sistiserkosis. Keuntungan dari obat ini ialah tidak memerlukan persiapan diet ataupun puasa, dan efek sampingnya juga ringan. Namun menurut pengalaman penulis, efektivitas obat ini akan lebih baik apabila penderita dipuasakan sebelum meminumnya. Angka kesembuhan tercatat 95% lebih. Kerugiannya: obat ini tidak beredar resmi di pasaran sehingga sulit didapatkan. Di samping itu harganya pun mahal.
            Agaknya mebendazol merupakah salah satu taeniacide yang mempunyai masa depan cerah dan kini masih dalam penyelidikan. Mebendazol adalah anthelmintik berspektrum lebar. Dosisnya 300 miligram dua kali sehari selama tiga hari berturut-turut. Dua hari setelah pengobatan, penderita diberi minum purgativa magnesiumsulfat 30 gram, terutama pada kasus taeniasis Taenia solium untuk mencegah terjadinya sistiserkosis. Menurut beberapa hasil penelitian, angka kesembuhan tercatat 50 — 100%. Dilaporkan pula bahwa efek samping obat ini sangat ringan. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, beberapa peneliti menganjurkan dosis lebih tinggi (sampai 1200 miligram per hari selama lima hari). Praktek pengobatan taeniasis dengan mebendazol cukup memuaskan. Namun beberapa peneliti masih menyangsikan keampuhan mebendazol, bahkan ada yang melaporkan gagal sama sekali. Dengan demikian, efektivitas mebendazol pada taeniasis masih perlu diselidiki lebih lanjut (Ketut Ngurah, 1987). Tinja diperiksa kembali setelah 3 dan 6 bulan untuk memastikan bahwa infeksi telah terobati.
            Obat alternative untuk infeksi tenia ada yang dalam bentuk obat alami. Obat alami atau obat tradisional ini antara lain dengan mengkonsumsi biji labu merah, biji pinang dan lain-lain.
  • ·         Pencegahan
            Cara untuk mencegah agar tidak menderita gangguan yang disebabkan oleh Taenia saginata antara lain sebagai berikut :
  • Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan dagiikan), buah dan melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.
  • Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.
  • Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan menjelang makan atau sesudah buang air besar.
  • Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.
  • Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat cacing.
  • Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah sakit.
  • Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali, tetapi mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing akan secara sporadik keluar dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan, maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.

 BAB 3

Penutup

3.1     Kesimpulan

            Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1)      Cestoda adalah salah satu kelas dari phyllum Plathyehelminthes, yang merupakan salah satu kelompok parasit pada ikan dan juga pada manusia. Parasit ini menyebabkan kerugian secara ekonomi terutama pada penurunan kualitas hasil perikanan, dan dapat merugikan kesehatan manusia.
2)      Klasifikasi Cestoda yaitu divisi yang dibagi kedalam dua subclass. Subclass pertama yaitu cestodaria yang mempunyai proglotid dan mempunyai larva dengan sepuluh tahapan dan biasanya memiliki sepuluh alat pelekat. Subclass yang lain yaitu eucestoda. Hampir semua spesies cestoda masuk kedalam eucestoda kebanyakan setelah dewasa memiliki prolottid. Eucesroda tebagi kedalam 11 ordo tetapi hanya 2 ordo yang merupakan parasit pada mamalia yaitu : pseudophylidae dan cyclophylidae.


3)      Siklus Hidup Cestoda
·         Taenia saginata dewasa tinggal di usus yang seperti parasit pada manusia.
·         Proglottids dari Taenia saginata meninggalkan tubuh melalui anus dan jatuh ke tanah, di mana mereka mungkin jatuh pada rumput dan dimakan oleh hewan pemakan rumput seperti sapi. Ini dikenal sebagai hospes perantara atau host itermediate.
·         Bentuk remaja dari Teania saginata bermigrasi dan menetap sebagai kista dalam jaringan tubuh manusia intermediate seperti otot, dan bukan pada usus. Taenia saginata remaja ini menyebabkan kerusakan lebih banyak pada manusia yang menjadi tuan rumah definitif.
·         Parasit melengkapi siklus hidupnya ketika melewati hospes perantara parasit ke host definitif, ini biasanya terjadi karena host definitif makan suatu bagian dari host perantara yang telah terinfeksi oleh Taenia saginata remaja. Seperti kemungkinan manusia memakan daging sapi yang telah terinfeksi oleh Taenia saginata, sehingga cacing tersebut dapat masuk dalam tubuh manusia dan menetap di usus.
.
4)      Patologi dan gejala klinis
            Telur taenia solium (cacing pita babi) bisa menetas di usus halus, lalu memasuki tubuh atau struktur organ tubuh., sehingga muncul penyakit Cysticercosis, cacing pita cysticercus sering berdiam di jaringan bawah kulit dan otot. Infeksi oleh cacing pita genus Taenia di dalam usus biasanya disebut Taeniasis. Cara infeksinya melalui oral karena memakan daging babi atau sapi yang mentah atau setengah matang dan me-ngandung larva cysticercus. Di dalam usus halus, larva itu menjadi dewasa.
            Cacing dewasa taenia saginata (cacing pita sapi) biasanya menyebabkan gejala klinis yang ringan, seperti sakit ulu hati, perut merasa tidak enak, mual, muntah, mencret, pusing atau gugup. Gejala-gejala tersebut disertai dengan ditemukannya proglotid cacing yang bergerak-gerak lewat dubur bersama dengan atau tanpa tinja. Gejala yang lebih berat dapat terjadi, yaitu apabila proglotid menyasar masuk apendiks, atau terdapat ileus yang disebabkan obstruksi usus oleh strobilla cacing. Berat badan tidak jelas menurun. Eosinofilia dapat ditemukan di darah tepi.
5)      Morfologi Cestoda
            Ukuran cacing dewasa pada Cestoda bervariasi dari yang panjangnya hanya 40 mm sampai yang panjangnya 10-12 meter. Cestoda adalah cacing hermafrodit. Cacing ini terdiri atas scolex (kepala) yang berfungsi sebagai alat untuk mengaitkan diri pada dinding intestinum. Di belakang scolex terdapat leher, merupakan bagian cacing yang tidak bersegmen. Di belakang leher tumbuh proglotid yang semakin lama semakin banyak yang menyebabkan cacing menjadi semakin panjang dan bersegmen-segmen.
6)      Pengobatan dan Pencegatan penyakit yang disebabkan oleh cestoda
·         Pengobatan
            Cara pengobatan berbagai penyakit parasit usus berbeda, harus memakai obat cacing menurut resep dokter. Obat-obat untuk memberantas cacing pita dapat digolongkan menjadi dua, yaitu taeniafuge dan taeniacide.             Obat alternative untuk infeksi tenia ada yang dalam bentuk obat alami. Obat alami atau obat tradisional ini antara lain dengan mengkonsumsi biji labu merah, biji pinang dan lain-lain.
·         Pencegahan
            Cara untuk mencegah agar tidak menderita gangguan yang disebabkan oleh Taenia saginata antara lain sebagai berikut :
  • Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan dagiikan), buah dan melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.
  • Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.
  • Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan menjelang makan atau sesudah buang air besar.
  • Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.
  • Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat cacing.
  • Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah sakit.
  • Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali, tetapi mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing akan secara sporadik keluar dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan, maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.

Daftar Pustaka

  • Anantaphruti, M.T., Hiroshi Yamasaki, Minoru Nakao, Jitra waikagul, Doru Watthanakulpanich, et al., 2007, Sympatric Occurence of taenia solium, Taenia saginata, and Taenia asiatica, Thailand, http://www.cdc.gov/eid/content/13/9/pdfs/1413.pdf,  diakses tanggal 12 November 2015
  • Brown, Harold W., 1979, Dasar Parasitologi Klinis Edisi III, PT Gramedia, Jakarta 
  • Gandahusada, Srisasi,dkk, 2004,  Parasitologi Kedokteran Edisi III , Balai Penerbit FKUI, Jakarta
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Taenia_%28cacing_pita%29 (diakses pada tanggal 12 Nov 2015) 
  • Prianto, Juni L., P.U., Tjahaya dan Darwanto, 1994, Atlas Parasitologi Kedokteran, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 
  • S,  Kusumamihardja (1992). Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak Piaraan di Indonesia (dalam Indonesia). Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. 
  • Staf Pengajar FKUI, 1998, Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
  • WHO 2011, Taeniasis/cystiserkosis, http://www.who.int/zoonoses/diseases/taeniasis/en/ (diakses tanggal 12 November 2011)



    

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar