Selasa, 29 Desember 2015

Laporan Praktikum Anlisis Fisikokimia




Laporan Praktikum Analisis Fisikokimia

Analisis Kualitatif Dan Kuantitatif Sediaan Farmasi Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


 

Oleh :
Septiana Anjarwati / D1A140880

Partner :
Nurul Fatimah / D1A140887
Anisa Marhamah / D1A140887
Mizani Oktaviani / D1A140895
Alif Alkohar / D1A140973


LABORATORIUM KIMIA JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
BANDUNG 2015



BAB I
Prinsip dan Tujuan Percobaan

1.1     Prinsip Percobaan
Berdasarkan prinsip kerja HPLC yaitu pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya , alatnya terdiri dari kolom (sebagai fase diam) dan larutan tertentu sebagai fase gerak.
1.2     Tujuan Percobaan
-         Dapat melakukan analisis kualitatif tablet parasetamol dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
-         Dapat melakukan analisis kuantitatif tablet parasetamol dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
-         Dapat menyimpulkan mutu sediaan tablet parasetamol dengan data kromatogram dan hasil penetapan kadar.
 


BAB II
Tinjauan Pustaka
            KCKT adalah instrument untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidak murnian ( impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino,asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain(Cresswell, 2005)
            Beberapa senyawa organik yang mudah terurai (labil) pada pemanasan dapat dianalisis dengan cara kromatografi cairan kinerja tinggi atau HPLC karena HPLC dilakukan pada suhu kamar. Selain senyawa organic teknik HPLC juga dapat menganalisis senyawa anorganik, cuplikan yang mempunyai berat molekul tinggi atau titik didihnya tinggi seperti polimer. Kelebihan KCKT antara lain:
-       Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran.
-       Resolusinya baik.
-       Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi.
-       Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis.
-       Dapat digunakan bermacam-macam detector.
-       Kolom dapat digunakan kembali.
-       Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif .
-       Waktu analisis umumnya singkat.
-       Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar.
-       Ideal untuk molekul besar dan ion.
-       Dapat dilakukan pada suhu kamar
-       Mudah dioperasikan secara otomatis.
                                                      (Hayun, 2006)

            Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh. Berikut skema kerja alat yang digunakan dalam HPLC (Supardani 2011)
 
 
           Larutan sampel yang akan dianalisis diinjeksi kemudian sampel akan turun ke dalam kolom dan di elusi oleh eluen yang disediakan. Lalu detector akan mendeteksi waktu retensi dalam bentuk kromatogram. Dari kromatogram itu kita dapat meganalisis sampel(Ibnu Ghalib, 2012)
            HPLC memiliki kekuatan pemisahan yang sangat ampuh bahkan untuk komponen-komponen yang berhubungan sangat erat; pemisahan penukar ion yang sukses dari logam tanah yang langka dan asam-asam amino telah memperlihatkan ini. Komposisi fase gerak dalam HPLC memberikan suatu dimensi untuk memanipulasi eksperimen yang tidak dijumpai dalam kromatografi gas. Dalam kromatografi gas faktor pemisahan untuk sepasang komponen sampel tergantung pada sifat dasar stationer, sedangkan dalam HPLC faktor itu juga bergantung pada fase gerak. Seringkali pelarut campuran merupakan fase gerak yang lebih baik daripada cairan murni untuk memisahkan campuran yang rumit dan pengoptimasian komposisi pelarut dengan cara coba-coba dapat menjadi lebih rumit (Khopkar, 1990)
            Pemilihan detektor pada HPLC umumnya didasarkan pada persyaratan sensitivitas, jenis senyawa yang ada di dalam sampel dan faktor lainnya seperti biaya. Detector yang paling umum didasarkan pada indeks bias dan eluat kolom, karena hampir semua zat terlarut akan menghasilkan larutan dengan indeks bias yang berbeda dengan indeks bias pelarut murni (Day, 2002)
            Pada dasarnya instrumen HPLC terdiri dari tandon (reservoir) cairan fase gerak, pompa, injector, kolom, detektor dan rekorder. 
1.   Tandon (Reservoir)
Reservoir yang baik disertai degessing system yang berfungsi untuk mengusir gas-gas terlarut dalam solvent. Degassing dilakukan dengan mengalirkan gas inert dengan kelarutan yang sangat kecil, misalnya helium. Degassing dapat juga dibuat sendiri dengan erlermeyer yang dilengkapi dengan pengaduk magnet, pemanas dan pompa vacum.
2.   Pompa 
Fungsi pompa adalah untuk memompa fase gerak (solvent) ke dalam kolom dengan aliran yang konstan dan reproducible. Pompa harus memenuhi persyaratann seperti dapat memberi tekanan sampai 6000 psi (360 atm), tekanan yang dihasilkan bebas pulsa, dapat mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 0,1 sampai 10 ml/ menit, dapat mengalirkan fase gerak dengan reprodusibilitas yang tinggi, tahan terhadap korosi (biasanya terbuat dari baja atau teflon). Ada beberapa jenis pompa, antara lain : 
a.       Reciprocating pump
b.      Displacement Pump
c.       Pneumatic Pump
3.   Katup Injector
Bagian ini merupakan tempat dimana sampel diinjeksikan untuk selanjutnya dibawa oleh fase gerak ke dalam kolom.
4.   Kolom (Column)
Kolom merupakan jantung dari HPLC, sebab kunci keberhasilan analisis sangat tergantung pada efisiensi kolom sebagai alat untuk memisah-misahkan senyawa dalam campuran yang kompleks. Kolom terbuat dari stainless steel yang dibor halus atau dari gelas. Ada dua jenis packing kolom yang telah digunakan dalam kromatografi cair. yaitu berupa partikel porous dan partikel pelliculer. 
5.   Detektor 
Setelah sampel melewati kolom maka komponen-komponennya akan terpisah-pisah dan keluar dari kolom dengan waktu yang berbeda-beda. Komponen yang sudah terpisah ini secara berturut-turut akan melewati suatu detektor dan akan dibaca kadarnya. Detektor yang digunakan harus sesuai dengan jenis zat yang dianalisis.
a.       Detektor UV
Prinsip kerja detektor ini adalah spektrophotometri abssorbsi. Sampel yang dianalisis harus menyerap sinar UV. Panjang gelombang sinar UV yang biasa digunakan adalah 254 nm. 
b.      Detektor Fluoresensi
Prinsip kerja detektor ini adalah spektrophotometri. Detektor ini lebih sensitif daripada detektor UV. Pemakaian sumber sinar laser akan memberikan sensitivitas yang sangat tinggi. Derivatisasi sering dilakukan terhadap asam amino. 
c.       Detektor Indeks Refraksi (Refraksi Index Detector = RID)
Detektor ini bekerja atas dasar perbedaan indeks refraksi sampel dengan solvent. Semua larutan suatu zat mempunyai indeks bias yang spesifik, oleh karena itu detektor ini dapat digunakan untuk hampir semua zat. 
6.   Recorder 
Hasil pembacaan detektor kemudian diolah oleh suatu processor kemudian dikirim ke recorder. Recorder akan membuat suatu tampilan. Dalam kromatografi tampilan ini disebut chromathogram. Untuk HPLC dilengkapi seperangkat software yang dapat menghitung luas kromatogram dan bahkan sekaligus menghitung kadarnya. 
            HPLC sering digunakan antara lain untuk menetapkan kadar senyawa aktif pada obat, produk hasil samping proses sintesis, atau produk- produk degradasi dalam sediaan farmasi. Keterbatasan metode HPLC ini adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika HPLC dihubungkan dengan spektometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah sampel sangat kompleks maka resolusi yang baik sulit diperoleh.
            Parasetamol adalah senyawa yang memiliki sifat polar dan gugus kromofor yang dimilikinya menyebabkan senyawa ini dapat menyerap sinar UV. Karakteristik senyawa ini memungkinkan analisis dengan teknik HPLC menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa gerak polar seperti methanol/ air. Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat protein plasma. Parasetamol digunakan sebagai analgesik dan antipiretik (Sumar, 1994)
Ø  Data Fisik dan Kimia
a.      Parasetamol (Acetaminophen)
·      Rumus molekul    :
·      Warna                   : Putih
·      Rasa                     : Pahit
·      Bau                       : -
·      Pemerian              : Hablur atau serbuk hablur
·      Kelarutan             : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1N, mudah larut dalam etanol.
·      Berat molekul       : 151,16 g/mol
·      Bobot jenis           : 1,293 g/cm3
·      pH larutan                        : 5-7
·      Stabilitas              : Pada suhu > 40°C mudah terdegradasi
·      Titik leleh             : 169-172°C
·      Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
·      Fungsi                  : Analgetik, antipiretik.
(Farmakope Indonesia Edisi IV hal. 649 & MSDS Acetaminophen ScienceLab.com Chemicals and Laboratory Equipment)
b.        Metanol
·      Rumus molekul    : CH4OH
·      Pemerian              : Cairan tidak berwarna, tidak berasa
·      Titik didih                        : 64,5°C
·      Bobot jenis           : 0,7915 g/cm3
·      Berat molekul       : 32,04 g/mol
·      Kerapatan             : 1,11
·      Titik beku             : -98°C
·      Viskositas             : 0,55 Cp
·      Perhatian              : Dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, rasa terbakar, inflamasi, kerusakan kornea, mudah terbakar dan bersifat toksik.
(MSDS Methanol ScienceLab.com Chemicals and Laboratoty Equipment))
c.       Aqua Bidestilasi
·      Pemerian  : Cairan jernih tidak berbau, tidak berasa
·      pH                        : 7
·      Titik didih            : 100°C
·      Titik beku : 0°C
·      Stabilitas  : Produk yang stabil
·      Inkompatibilitas   : -
(MSDS H2O ScienceLab.com Chemicals and Laboratory Equipment)
 
BAB III
Prosedur Percobaan
3.1     Cara Kerja
·         Sistem Kromatografi
Fase Diam            : ODS, packing L1
Fase Gerak           : Air : Metanol 3:1 (v/v)
Laju Alir               : 1,5 ml/menit
Lempeng teoritis  : 1000
Tailing factor        : maksimal 2
Detektor               : UV 243 nm
·         Uji Kesesuaian Sistem
Larutan standar diinjeksikan berturut-turut sebanyak 7 kali ke dalam instrumen KCKT, selanjutnya luas area, waktu retensi, faktor ikutan dihitung nilai simpangan baku relatifnya. Uji kesesuaian sistem dinyatakan memenuhi syarat jika nilai SBR < 2,0%.
·         Analisis Kualitatif
  • Larutan Standar

25 mg baku pembanding parasetamol ditimbang ke dalam labu takar 50 ml kemudian diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Larutan dikocok hingga homogen. Sebanyak 1 ml larutan dipipet ke dalam labu takar 10 ml dan diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,45 mm ke dalam vial. Larutan siap diinjeksikan ke dalam instrumen KCKT.
  • Larutan Uji
4 tablet parasetamol ditimbang lalu diserbukkan. Kemudian 50 mg serbuk parasetamol ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sebanyak 50 ml fase gerak ditambahkan ke dalam labu takar berisi serbuk parasetamol lalu dikocok hingga homogen. Kemudian larutan diencerkan
dengan fase gerak hingga tanda batas. Sebanyak 2 ml larutan dipipet ke dalam labu takar 25 ml dan diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,45 mm ke dalam vial. 2 ml filtrat awal dibuang. Larutan hasil filtrasi siap diinjeksikan ke dalam instrumen KCKT.


Maisng-masing larutan standar dan larutan uji diinjeksikan ke dalam instrumen KCKT. Kromatogram yang terbentuk direkam dan dibandingkan antara kromatogram larutan standar dan larutan uji. Waktu retensi puncak larutan uji harus sama dengan waktu retensi puncak larutan standar.


Analisis Kuantitatif
  • Larutan Standar


25 mg baku pembanding parasetamol ditimbang ke dalam labu takar 50 ml kemudian diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Larutan dikocok hingga homogen (larutan stok baku pembanding). Serangkaian pengenceran dibuat untuk kurva kalibrasi. Sebanyak 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 dan 1,2 ml larutan stok pembanding dipipet ke dalam labu takar 10 ml dan diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,45 mm ke dalam vial. Larutan siap diinjeksikan ke dalam instrumen KCKT. Konsentrasi masing-masing larutan kurva kalibrasi dihitung.

  • Larutan Uji

4 tablet parasetamol ditimbang lalu diserbukkan. Kemudian 50 mg serbuk parasetamol ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sebanyak 50 ml fase gerak ditambahkan ke dalam labu takar berisi serbuk parasetamol lalu dikocok hingga homogen. Kemudian larutan diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Sebanyak 2 ml larutan dipipet ke dalam labu takar 25 ml dan diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,45 mm ke dalam vial. 2 ml filtrat awal dibuang. Larutan hasil filtrasi siap diinjeksikan ke dalam instrumen KCKT.

  • Cara Kurva Kalibrasi

Masing-masing serangkaian konsentrasi larutan standar dan larutan uji diinjeksikan ke dalam instrumen KCKT. Luas area masing-masing larutan standar dan larutan uji kromatogram dicatat kemudian dibuat persamaan garis dengan kurva kalibrasi. Kadar larutan sampel dihitung.

  • Metode One Point

Luas kromatogram salah satu larutan pembanding diambil kemudian dihitung kadar larutan sampelnya menggunakan metode One Point.

Cu = Lu : Ls x Cs


3.2   Alat-Alat yang digunakan
1. Labu Ukur 10ml, 25ml, 100 ml                       2. Timbangan  
                                   

 3. Gelas Ukur / Pipet                                            4. Kuvet
       


5.      HPLC Agillent























6.      Membran filter PTFE 0,45 mm
7.      Detektor UV 243 nm
8.      ODS

3.3       Bahan yang digunakan
1.      Tablet Parasetamol
2.      Metanol Pro HPLC
3.      Aquabidestilata
4.      Baku pembanding parasetamol


BAB IV
Hasil Percobaan dan Pembasahasan

4.1    Hasil Percobaan

Konsentrasi larutan uji

Larutan 0,2 ml
   V1 . M1 = V2 . M2
0,2 . 500 = 10 . M2
         M2  = 10 ppm
Larutan 0,4 ml
   V1 . M1 = V2 . M2
0,4 . 500 = 10 . M2
         M2  = 20 ppm
Larutan 0,6 ml
   V1 . M1 = V2 . M2
0,6 . 500 = 10 . M2
         M2  = 30 ppm
Larutan 0,8 ml
   V1 . M1 = V2 . M2
0,8. 500 = 10 . M2
         M2  = 40 ppm
Larutan 1,0 ml
   V1 . M1 = V2 . M2
1,0 . 500 = 10 . M2
         M2  = 50 ppm
Larutan 1,2 ml
   V1 . M1 = V2 . M2
1,2 . 500 = 10 . M2
         M2  = 60 ppm



4.2       Pembahasan
            Pada percobaan kali ini dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap tablet parasetamol dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui mutu sediaan dari tablet parasetamol. Prinsip kerja dari KCKT adalah pemisahan suatu senyawa berdasarkan sifat kepolarannya. Sistem kromatografi yang digunakan pada percobaan ini yaitu fase balik, dimana fase diam yang digunakan bersifat non polar sedangkan fase geraknya bersifat polar. Fase diam yang digunakan adalah ODS atau Okta Desil Silica. ODS merupakan kolom berisi silika yang bersifat polar yang kemudian ditambahkan 18 atom C sehingga ODS bersifat non polar. ODS banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa dari tingkat kepolaran terendah hingga tertinggi. ODS digunakan karena parasetamol bersifat polar sehingga senyawa parasetamol tidak akan tertahan pada fase diam tetapi ikut keluar bersama fase gerak yaitu metanol : air.
            Pengujian tablet parasetamol diawali dengan penginjeksian sampel uji yang telah disaring dengan membran filter PTFE, penyaringan ini dilakukan agar tidak terjadi penyumbatan didalam kolom. Dengan bantuan pompa bertekanan tinggi, sampel masuk ke dalam kolom. Di dalam kolom, komponen-komponen sampel dipisahkan berdasarkan kepolarannya. Parasetamol yang bersifat polar akan keluar lebih dulu bersama fase gerak, dan eksipien lain yang bersifat non polar akan tertahan di dalam kolom.
            Pada  pengujian ini detektor yang digunakan adalah detektor UV 243 nm karena parasetamol memiliki gugus kromofor yang dapat terbaca oleh detektor UV.  Panjang gelombang yang digunakan 243 nm karena merupakan panjang gelombang maksimal dari parasetamol, dimana pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal dan memenuhi hukum Lambert-Beer, selain itu jika dilakukan pengulangan maka kesalahannya akan kecil.
            Dari hasil pengamatan, nilai SBR pada uji kesesuaian sistem telah memenuhi syarat yaitu <2 %. Berdasarkan Farmakope Indonesia IV, kadar parasetamol dalam tablet tidak boleh < 90% dan >110%, hal ini berarti kadar parasetamol dalam tablet parasetamol tidak memenuhi syarat. Hal ini disebabkan :
-       Kondisi alat yang digunakan yang telah digunakan berulang kali.
-       Kemungkinan tablet parasetamol yang sudah kadaluarsa.
-       Kemungkinan penyimpanan tablet yang tidak baik sehingga, kadar parasetamol terdegradasi dan teroksidasi karena paparan cahaya.
-       Adanya kontaminasi selama pengerjaan.
Dilihat dari kromatogram yang terbentuk, terdapat tailing factor dari setiap konsentrasi. Tailing factor ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1.   Guard column yang sudah mulai rusak.
2.   Fase gerak yang sudah mulai rusak.
3.   Partikel silika yang dipakai di dalam bahan pendukung bukanlah partikel silika yang baik.
4.   Adanya komponen lain yang keluar tepat setelah peak.
5.   Sampel bereaksi dengan gugus silanol pada partikel silika.
6.   pH fase gerak yang tidak tepat.
7.   Pemilihan kolom yang tidak teapat dengan senyawa yang menjadi target analisa.
8.   Pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel tidak kompatibel dengan fase gerak.


BAB V
Kesimpulan
  • KCKT adalah instrument untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidak murnian ( impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil).



Daftar Pustaka
  • Cresswell, Clifford.J. 2005. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Bandung: ITB 
  • Hayun, Ibnu Ganjar Dan Abdul Rahman. 2006. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Belajar 
  • Ibnu Ghalib. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Belajar 
  • Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press: Jakarta. 
  • R.A.Day, Dr Jan Dan Al - Underwood. 2002. Analitik Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga 
  • Sumar, Hendayana. 1994. Parasetamol. Jakarta: UI Press Supardani. 20011. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia: Jakarta.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar